Mahfud MD
Mahfud MD (sumber: Beritasatu.com/Danung Arifin)
Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, adalah bakal calon wakil presiden (cawapres) yang lebih baik elektabilitasnya dibanding Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa, bagi capres Prabowo Subianto.
Survei yang dilakukan Founding Fathers House (FFH) yang dipublikasikan di Jakarta, Kamis (15/5), menemukan ada beberapa simulasi nama yang bisa dipasangkan dengan Prabowo Subianto.
"Prabowo Subianto dan Mahfud MD paling tinggi dengan perolehan 30,18 persen suara," kata Peneliti Senior FFH, Dian Permata.
Pasangan itu mengalahkan alternatif pasangan lainnya yakni Prabowo Subianto - Dahlan Iskan dengan 29,81 persen, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa 23,11 persen, atau Prabowo Subianto - Hidayat Nur Wahid 25,68 persen.
Prabowo Subianto - Mahfud MD juga mengalahkan Prabowo Subianto - Jusuf Kalla 28,07 persen, Prabowo Subianto - Pramono Edhie Wibowo 21 persen, atau Prabowo Subianto - Suryadharma Alie 18,99 persen.
Menurut Dian, Mahfud MD menjadi satu dari tiga politisi tertinggi tingkat modal sosial dan politiknya apabila hendak dipasangkan dengan calon presiden. Dua nama lainnya adalah Jusuf Kalla dan Dahlan Iskan.
Para calon presiden juga harus ekstra hati-hati dalam memilih calon wakil presiden (cawapres) untuk tarung di Pilpres 2014. Salah memilih maka akan fatal akibatnya.
"Kapabilitas, faktor kepribadian, visi misi atau program kerja adalah sederet faktor yang harus dipertimbangkan," jelasnya.
Penelitian FFH menemukan sebanyak 40,74 persen pemilih menjadikan kapabilitas capres-cawapres sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan pada Pilpres 2014. Lalu 19,9 persen karena faktor kepribadian, 15,51 persen karena visi misi atau program kerja, dan 13,45 persen menilai rekam jejak.
"Jadi memilih pasangan itu harus jelas dan terukur. Tidak serampangan. Karena kawin kontraknya lima tahunan dan bisa dilanjutkan lagi di lima tahun berikutnya. Jangan sampai cerai di tengah jalan," katanya.
Selain itu, saran Dian, cawapres itu harus memiliki faktor penambah nilai dan bukan pengurang nilai. Ini penting dilakukan karena pada saat kampanye pilpres sudah dimulai untuk antisipasi attacking campaign.
Contohya, mempunyai rekam jejak jelas, tidak ada kaitan dengan hukum di masa lalu ataupun masa akan datang, atau lainnya.
Survei dilaksanakan 11 April hingga 14 Mei 2014 di di 34 provinsi. Jumlah sampel 1090 orang. Tingkat kepercayaan sebesar 95 persen, dengan margin of error plus minus 3 persen.
Pengambilan data melalui teknik wawancara dengan bantuan kuisioner. Responden adalah yang sudah memiliki hak pilih pada Pilpres serta bukan TNI/Polri aktif.
Penulis: Markus Junianto Sihaloho/FMB